30 Aug 2022 //

Sudahkah Indonesia Mencapai Kesetaraan Jenis Kelamin?

Dewasa ini banyak sekali isu yang mencerminkan belum optimalnya kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka yang bersifat kodrati. Laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dan tidak dapat dibeda-bedakan. Namun sayangnya, pernyataan tersebut pada kenyataannya masih kurang diterapkan di Indonesia.

 

Berita baiknya, data menunjukkan bahwa Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia terus membaik sejak 2015 hingga 2019. Pada 2015, tercatat sebesar 0,466 poin. Empat tahun kemudian skornya membaik menjadi 0,421. Membaiknya IKG Indonesia dapat ditinjau dari adanya perbaikan di lima indikator:

  1. Perbaikan proporsi persalinan tidak di fasilitas kesehatan dari 22,4% pada 2015 menjadi 14,1% pada 2019.
  2. Naiknya persentase keterwakilan di parlemen dari 17,3% pada 2015 menjadi 20,5% pada 2019.
  3. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat dari 48,9% pada 2015 menjadi 51,9% pada 2019.
  4. Proporsi penduduk usia 25 tahun ke atas yang berpendidikan minimal SMA pada 2019 sebesar 31,9%, naik 0,2% dari 2015 yang sebesar 31,7%.
  5. Proporsi perempuan di bawah 20 tahun saat melahirkan hidup pertama trennya berfluktuatif. Jika dibandingkan 2015, mengalami kenaikan dari 27% menjadi 27,1% pada 2019.

 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidaksetaraan gender yang masih menjadi PR bagi kita, diantaranya:

  • Pola Pernikahan
    Pernikahan dini nyatanya lebih sering terjadi di pedesaan ketimbang di perkotaan, biasanya dengan rentang usia 15-19 tahun. Ada banyak alasan mengapa para orang tua memilih untuk menikahkan anaknya di usia dini, alasan yang paling umum adalah faktor ekonomi. Yang seharusnya seorang anak dapat melanjutkan pendidikannya karena faktor ekonomi maka dengan terpaksa harus menikah demi meringankan beban orang tuanya.
  • Perempuan Dianggap Lemah dan Emosional
    Perempuan seringkali dianggap lebih emosional dan lemah, padahal kenyataannya tingkat emosi dan daya tahan banting setiap perempuan berbeda-beda dan justru bisa menyimpan kekuatan/kelebihan lain dalam diri perempuan tersebut. Tidak seharusnya statement “lemah” diberikan kepada perempuan. Banyak perempuan yang juga mampu membiayai kebutuhannya sendiri bahkan keluarganya, hingga berkontribusi dan berkarya di kancah nasional dan internasional.
  • Budaya Patriarki
    Patriarki bagi sebagian besar bentuk feminisme dicirikan sebagai sistem sosial yang tidak adil, mensubordinasi, mendiskriminasi, dan/atau menindas perempuan. Budaya patriarki yang berlebihan justru menjadi salah satu penyebab terjadi kasus KDRT. Berdasarkan laporan Komnas Perempuan terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang dialami perempuan selama 5 tahun terakhir sejumlah 36.356 kasus.

Untuk mengatasi hal ini, mari dukung 5 arahan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan gender!

  1. Peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender
  2. Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak
  3. Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak
  4. Penurunan pekerja anak
  5. Pencegahan perkawinan anak